KAJIAN PEMAKAI DAN PERILAKU PEMAKAI
A.
Analisis
Kebutuhan (Need Assessment)
a)
Pengertian
analisis kebutuhan
Dalam linguistik, analisa atau analisis
adalah kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah bahasa guna
meneliti struktur bahasa tersebut secara mendalam. Sedangkan pada kegiatan
laboratorium, kata analisa atau analisis dapat juga berarti
kegiatan yang dilakukan di laboratorium untuk memeriksa kandungan suatu zat
dalam cuplikan.
Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Edisi III (2001) ---> analisis ana.li.sis [n] (1)
penelitian suatu peristiwa atau kejadian(karangan, perbuatan, dsb) untuk
mengetahui keadaan yg sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dsb); (2)
Man penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri
serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yg tepat dan pemahaman
arti keseluruhan; [1]
Dalam konteks
pengembangan kurikulum, John McNeil (1985) mendefinisikan need assessment sebagai:
”the process by which one defines educational needs and decides what their
priorities are”. Sejalan dengan pendapat McNeil, Seels dan Glasglow (1990)
menjelaskan tentang pengertian need assessment : “it meqns a plan for
gathering Information about discrepancies and for using that information to
make decisions about priorities”].[2]
Sedangkan menurut Anderson analisis kebutuhan diartikan sebagai suatu proses
kebutuhan sekaligus menentukan prioritas. Need Assessment (analisis
kebutuhan) adalah suatu cara atau metode untuk mengetahui perbedaan antara
kondisi yang diinginkan/seharusnya (should be / ought to be) atau diharapkan
dengan kondisi yang ada (what is). Kondisi yang diinginkan seringkali disebut
dengan kondisi ideal, sedangkan kondisi yang ada, seringkali disebut dengan
kondisi riil atau kondisi nyata.
Ada beberapa
hal yang melekat pada pengertian need assessment. Pertama; need assessment
merupakan suatu proses artinya ada rangkaian kegiatan dalam pelaksanaan need
assessment. Need assessement bukanlah suatu hasil, akan tetapi suatu
aktivitas tertentu dalam upaya mengambil keputusan tertentu. Kedua; kebutuhan
itu sendiri pada hakikatnya adalah kesenjangan antara
harapan dan kenyataan. Dengan demikian maka, need assessment merupakan
kegiatan mengumpulkan informasi tentang kesenjangan yang seharusnya dimiliki setiap
siswa dengan apa yang telah dimiliki.
b)
Fungsi Analisis
Kebutuhan
Metode Need
Assessment dibuat untuk bisa mengukur tingkat kesenjangan yang terjadi
dalam pembelajaran siswa dari apa yang diharapkan dan apa yang sudah didapat.
Dalam pengukuran kesenjangan seorang analisis harus mampu mengetahui seberapa
besar masalah yang dihadapi.
Beberapa fungsi
Need Assessment menurut Morisson sebagai berikut:
1.
Mengidentifikasi kebutuhan yang relevan dengan pekerjaan atau tugas sekarang
yaitu masalah apa yang mempengaruhi hasil pembelajaran.
2.
Mengidentifikasi kebutuhan mendesak yang terkait dengan finansial, keamanan
atau masalah lain yang menggangu pekerjaan atau lingkungan pendidikan
3.
Menyajikan prioritas-prioritas untuk memilih tindakan.
4. Memberikan data basis untuk menganalisa efektifitas
pembelajaran.
Ada enam macam kebutuhan yang biasa digunakan untuk
merencanakan dan mengadakan analisa kebutuhan (Morrison, 2001: 28-30).
1. Kebutuhan Normatif
Membandingkan peserta didik dengan standar nasional, misal,
UAN, SNMPTN, dan
sebagainya.
2. Kebutuhan Komperatif, membandingkan peserta didik pada
satu kelompok dengan kelompok lain yang selevel. Misal, hasil Ebtanas SLTP A
dengan SLTP B.
3. Kebutuhan yang dirasakan, yaitu hasrat atau kinginan
yang dimiliki masing-masing peserta didik yang perlu ditingkatkan. Kebutuhan
ini menunjukan kesenjangan antara tingkat ketrampilan/kenyataan yang nampak
dengan yang dirasakan. Cara terbaik untuk mengidentifikasi kebutuhan ini dengan
cara interview.
4. Kebutuhan yang diekspresikan, yaitu kebutuhan yang
dirasakan seseorang mampu diekspresikan dalam tindakan. Misal, siswa yang
mendaftar sebuah kursus.
5. Kebutuhan Masa Depan, Yaitu mengidentifikasi
perubahan-perubahan yang akan terjadi dimasa mendatang. Misal, penerapan teknik
pembelajaran yang baru, dan sebagainya.
6. Kebutuhan Insidentil yang mendesak, yaitu faktor
negatif yang muncul di luar dugaan yang sangat berpengaruh. Misal, bencana
nuklir, kesalahan medis, bencana alam, dan sebagainya.
c)
Langkah-langkah
Analisis Kebutuhan
Glasgow
menggambarkan need assessment dalam bentuk kegiatan yang dimulai dari
tahapan pengumpulan informasi sampai merumuskan masalah. Sedangkan Morrison
menggambarkan Need assessment dalam bentuk kegiatan yang dimulai dari
perencanaan sampai membuat laporan akhir.
Bentuk
langkah-langkah need assessment menurut Glasgow sebagai berikut:
1. Tahapan pengumpulan Informasi; dalam tahapan
ini seorang desainer harus bisa memahami dan mengumpulkan informasi dari para
siswa cakupan pengumpulan informasi bisa beragam seperti karakteristik siswa,
kemampuan personal, dan problematic didalam pembelajaran.
2. Tahapan identifikasi kesenjangan; menurut
Kaufman mengidentifikasi kesenjangan yaitu dengan menggunakan metode
Organizational Element Model yang dimana dalam metode ini menjelaskan adanya
lima elemen yang saling berkaitan. Dimulai dari
input-proses-produk-output-outcome.
3.Analisis Performa; tahapan ini dilakukan
setelah desainer memahami berbagai informasi dan mengidentifikasi kesenjangan
yang ada. Dalam hal ini ketika menemukan sebuah kesenjangan, diidentifikasi
kesenjangan mana yang dapat dipecahkan melalui perencanaan pembelajaran dan
mana yang memerlukan pemecahan yang lain.
4.Identifikasi Hambatan dan Sumber; dalam
tahapan ini pelaksanaan suatu program berbagai kendala bisa muncul sehingga
dapat berpengaruh terhadap kelancaran suatu program. Berbagai kendala bisa
meliputi dari waktu, fasilitas, bahan, dan sebagainya. Sumber-sumbernya juga
bisa dari pengorganisasian, fasilitas, dan pendanaan.
5. Identifikasi Karakteristik Siswa;
tahapan ini merupakan proses pengidentifikasian masalah-masalah siswa. Karena
Tujuan utama dalam desain pembelajaran adalah memecahkan berbagai masalah yang
dihadapi siswa.
6. Identifikasi tujuan; mengidentifikasi
tujuan merupakan salah satu tahapan
penting yang ada didalam need assessment, karena mengidentifikasi tujuan
merupakan proses penetapan kebutuhan yang dianggap mendesak untuk dipecahkan
sesuai dengan kondisi, karena tidak semua kebutuhan menjadi tujuan.
7. Menentukan permasalahan; tahapan ini adalah
tahap akhir dalam proses analisis, yaitu menuliskan pernyataan adalah sebagai
pedoman dalam penyusunan proses desain instruksional.
Sedangkan
menurut Morrison langkah-langkah need assessment sebagai berikut:
1. Perencanaan : yang perlu dilakukan;
membuat klasifikasi siswa, siapa yang akan terlibat dalam kegiatan dan cara
pengumpulannya.
2. Pengumpulan data : perlu
mempertimbangkan besar kecilnya sampel dalam penyebarannya (distribusi)
3. Analisa data : setelah data terkumpul kemudian data dianalisis
dengan pertimbangan : ekonomi, rangking, frequensi dan kebutuhan
4. Membuat laporan akhir : dalam sebuah laporan analisa kebutuhan
mencakup empat bagian; analisa tujuan, analisa proses, analisa hasil dengan
table dan penjelasan singkat, rekomendasi yang terkait dengan data.
Ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan sebelum melakukan analisis pemakai[3][4]
1.
Apakah
populasi yang menjadi target mempunyai pengetahuan atau minat yang cukup untuk
memberikan tanggapan terhadap pertanyaan yang kompleks? apakah beberapa
pertanyaan sederhana yang menutupi pertanyaan kompleks itu lebih baik.
2.
Apakah para
pelaku analisis yang tidak mempunyai pengalaman yang cukup dalam melakukan
riset sudah dibekali informasi yang baik sehingga bisa memberikan hasil riset
yang mewakili data yang ada di lapangan.
3.
Bagaimana
caranya agar perpustakaan mendapatkan data yang benar-benar mewakili prilaku
pengguna, bukan data yang dibuat responden supaya menyenangkan pihak
perpustakaan.
4.
Apakah proses
survei menghasilkan data di luar dugaan dari pihak responden dan perpustakaan.
Jawaban untuk pertanyaan tersebut
tentunya belum dapat diketahui sampai analisis terhadap survei dilakukan. Namun
dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan itu terlebih dahulu, pihak
perpustakaan dapat menghindari kesalahan-kesalahan yang akan berdampak pada
ketidak akuratan hasil survei.
Unsur-Unsur
Analisis Pemakai
Dalam rangka melakukan analisis
kebutuhan informasi pemakai perpustakaan harus ditentukan beberapa hal[4][5] :
1.
Siapa yang kan melakukan pengumpulan data?
2.
Informasi apakah yang diinginkan oleh perpustakaan?
3.
Bagaimana metodenya untuk menghasilkan informasi yang diinginkan?
4.
Bagaimana memamfaatkan data itu?
Siapa yang bertanggung jawab dan
berapa banyak staf yang akan terlibat dalam pengumpulan data perlu dibicarakan
dari awal. Semua itu tergantung dari berbagai faktor, antara lain dana yang
tersedia (apakah dana rutin atau khusus), berapa banyak staf yang mempunyai
kompetensi untuk melakukan pengumpulan data, cakupan analisis (apakah mendalam
atau tidak).
Analisis ini dapat dilakukan oleh
konsultan, gabungan, dan dapat juga melibatkan kelompok atau anggota masyarakat
yang di survei. Ada keuntungan dan kelemahan apabila yang melakukan analisis
adalah staf perpustakaan[5][6] :
a. Kelemahan
1. Belum memiliki pengalaman dan
keahlian yang diperlukan.
2. Mengurangi waktu untuk
pekerjaan rutin di perpustakaan.
3. Dapat menimbulkan bias
(pengaruh perasan subjektif).
b. Keuntungan
1.
Paling
memahami data mana yang bermamfaat.
2.
Keterlibatan
langsung meningkatkan komitmen pada masyarakay yang harus dilayani.
3.
Kesediaan
untuk menerima dan mengimplementasikan hasil survei lebih besar.
Dalam melakukan analis pemakai
perpustakaan sering dilakukan metode gabungan antara staf perpustakaan dan
pihak luar. Namun perlu dipertimbangkan untuk memasukkan pekerjaan anlisis
terhadap kebutuhan iformasi dari pengguna dimasukkan dalam deskripsi kerja
beberapa staf pengembangan koleksi. Tentunya akan menambah beban kerja para
staf pengembangan koleksi, bahkan bisa jadi dibutuhkan seorang staf baru untuk
mengurangi beban kerja staf yang ada. Namun, perlu diingat bahwa analisis
kebutuhan informasi pemakai perpustakaan sebaiknya dilakukan secara rutin
sehingga kebutuhan informasi pemakai yang mutakhir dapat diketahui oleh
perpustakaan, yang mengakibatkan efektifitas dalam pemamfaatan dan pengembangan
koleksi. Data analisis kebutuhan merupakan faktor kunci dalam menentukan
prioritas kileksi.
Penugasan staf perpustakaan
sebagai anggota tim analisis pemakai akan sngat bermamfaat karena selain staf
tersebut jadi mengerti benar bagaimana memamfaatkan hasil pengumpulan data
tersebut, juga staf tersebut dapat berinteraksi langsung dengan pemakai.
Komunikasi yang lancar sangat bermamfaat untuk membina saling pengertian antara
pustakawan dan pemakai, bisa saling mengerti maslah yang ada pada masing-masing
pihak sehingga memaklumi kendala yang ada.
a.
Data Historis
Dengan mengetahiu perkembangan historis dari sebuah
komunitas akan memberikan pengertian yang lebih baik dan cepat terhadap kondisi
komunitas itu pada masa kini.
b.
Informasi
Geografis
Informasi geografis bermamfaat untuk menjawab pertanyaan,
seprti kearahmanakah pertumbuhan komunitas secara fisik ?.
c.
Data
Ketersedian Informasi
Pustakawan perlu memikirkan bagaimana transportasi dari
kebanyakan anggotanya dan transportasi pustakawan sendiri.
d.
Data
Administrasi
Data yang berkaitan dengan masalah administrasi tidaklah
sulit, tidak juga terkain dengan data yang banyak. Namun ada kemungkinan
terkait dengan masalah pengembangan koleksi. Di perpustakaan tertentu bisa saja
terjadi para dosen mempunyai hak yang sah untuk menggunakan anggaran
perpustakaan untuk melakukan pembelian buku yang diperlukannya.
e.
Informasi
Politik
Informasi politik baik yang resmi maupun tidak, mempunyai
hubungan dengan data administratif. Beberapa pertanyaan yang timbul seperti
sampai dimanakah perpustakaan meliput isu-isu politik? jika partai-partai
politik ada dilingkungan perpustakaan itu, bagaimana sikap mereka terhadap
layanan perpustakaan? bagaimana sebaran para pengikut partai politik tersebut
di komunitas? apakah daerah tertentu ada pengaruh suatu partai politik yang
lebih kuat? Apakah koleksi pada titik layanan tersebut harus mengikuti kekuatan
tersebut?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut lebih berpengaruh pada perpustakaan
umum. Perpustakaan perguruan tinggi dan sekolah lebih menekankan koleksi pada
kepentingan kurikulum.
f.
Data
Kependudukan
Data kependudukan penting untuk menentukan pengembangan
koleksi yang efektif bagi seluruh jenis perpustakaan. Komunitas yang dilayani
terus berubah dari waktu ke waktu dan populasi pemakai terus bertambah.
g.
Data Ekonomi
Pengetahuan berbasis ekonomi tentang komunitas yang
dilayani akan sangat berguna dalam perencanaan pengembangan koleksi. Naik
turunnya keadaan ekonomi komunitas akan mempengaruhi anggaran yang akan
diperoleh untuk pengembangan koleksi. Oleh karna itu, perpustakaan harus
tanggap dengan situasi ekonomi baik komunitasnya maupun secara nasional.
h.
Sistem
Komunikasi
Sitem komunikasi sangat berguna bagi layanan yang bisa
diberikan oleh perpustakaan. Sebagai contoh, di negara-negara maju telah
memamfaatkan saluran televisi kabel di kombinasi dengan telepon untuk layanan
referensi di komunitas sekarang ini internet bisa menjadi sistem komunikasi
yang efektif antara perpustakaan dan pemakainya.
i.
Organisasi
Sosial Dan Pendidikan
Adanya berbagai organisasi dalam masyarakat bisa menjadi
indikasi minat masyarakat. Sekarang ini banyak sekali organisasi yang bergerak
dalam bidang pendidikan sehingga berdampak kepada makin tingginya kebutuhan
informasi bagi masyarakat.
j.
Organisasi
Kebudayaan Dan Rekreasi
Organisasi yang behubungan dengan aktifitas kebudayaan
dan rekreasi yang ada di msyarakat juga menunjukkan minat masyarakat. Adanya
internet mempermudah terbentuknya organisasi di masyarakat walaupun bukan
organisasi yang terlalu formal, namun mereka efektif saling berkomunikasi
ataupu melakukan kegiatan bersama.
k.
Perpustakaan
Dan Unit Informasi Lain Yang Ada Di Sekitar Pemakai
Jika ada beberapa instansi atau lembaga yang memberikan
pelayanan informasi di suatu komunitas
maka instansi atau lembaga tersebut sebaiknya bekerja sama agar
masyarakat di komunitas tersebut memperoleh keuntungan dengan mempunyai akases
lebih bayak pada sumber informasi.
1.
Cara mengumpulkan data
Komunitas yang dilayani jelas berbeda
berdasarkan jenis perpustakaan. Untuk institusi pendidikan, kelompok utama
dalah guru/dosen dan siswa/mahasiswa, serta pegawai. Dalam rangka mengumpulkan
data, ada beberapa metode dasar pengumpulan data[7][8]:
a.
Mempelajari
lapoaran, sumber-sumber data statistik, direktori, peta, data yang dikumpulkan
oleh organisasi dan lembaga lain yang memberi jasa pelayanan pada masyarakat,
arsip surat kabar, dan survei lain. Untuk perpustakaan perguruan tinggi :
dokumen yang berisi berbagai data tentang mahasiswa, staf pengajar, perkuliahan
dan lain debagainya dapat dimamfaatkan untuk kajian tersebut.
b.
Melakukan
wawancara secara informal dengan tokoh masyarakat dan orang lain yang
mengetahui banyak tentang masyarakat tersebut.
c.
Melakukan
wawancara secara formal dengan tokoh masyarakat atau pentebarab kuesioner pada
pengguna dan non pengguna.
d.
Observasi
terencana.
2.
Cara Menginterprestasikan Data
Data yang telah dikumpulkan harus diolah agar
dapat mengambil kesimpulan dari analisis tersebut. Tim analisis dan dewan
penasehat dapat mulai menganalisis dan menginterprestasikan data dengan
pertimbangan serangkaian pertanyaan. Contoh[8][9]
a.
Apakah
kebutuhan yang dirasakan paling penting untuk sebuah komunitas tersebut?
b.
Apakah
kebutuhan normatif paling penting yang teridentifikasi oleh para pakar?
c.
Kebutuhan mana
yang paling terkait dengan misi dan operasional perpustakaan?
d.
Bagaimana anda
dapat mencarikan solusi untuk kebutuhan yang ganda dan berkonflik?
Mengelola data membutuhkan waktu, keterampilan
dan ketelitian. Analisis data dimulai dengan pembuatan tabel hasil perhitungan
untuk berbagai pertanyaan yang ada pada kuesioner. Data tabulasi itu bisa
diolah dengan analisa statika dasar dan sedrhana. Untuk yang lebih baik lagi
analisis bisa dilakukan dengan meggunakan komputer untuk mengolah data yang
diperlukan.
Setelah semua data terkumpul dan
dianalisis satu persatu, perpustakaan harus memutuskan fakta mana yang penting
untuk perpustakaan dan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah yang
terungkap. Analisis pemakai perlu dilakukan secara berkesinambungan, mengingat
perubahan terjadi sangat cepat dan mengakibatkan terjadinya serangkaian
perubahan yang saling behubungan. Konsep laporan analisis pemakai yang telah
ditulis perlu didiskusikan dengan berbagai pihak untuk menyempurnakan laporan.
Perubahan kebijakan pengembangan
koleksi menggunakan data hasil analisis pemakai akan semakin memantapkan
kebijakan tersebut karena didasarkan pada data yang akurat. Pustakawan bisa
melanjutkan terus pengamatan untuk mendapatkan informasi tambahan dengan
mengambil contoh yang lebih kecil karena komunitas pemakai kan terus berubah.
Antisipasi itu akan membuat perpustakaan selalu peka terhadap kebutuhan
informasi dan minat pemakai terhadap layanan perpustakaan.
B. KAJIAN
PEMAKAI PERPUSTAKAAN[9]
Kajian Pemakai jika dilihat secara
etimologi berasal dari dua kata yaitu Kajian dan Pemakai. Kata kajian
dari dasar kata kaji
yang berarti selidik atau nilai.
Jadi Kajian berarti penyelidikan atau penelitian. Kata Pemakai berarti yang memakai atau yang
menggunakan. Sedangkan pengertian
pemakai terkandung asumsi setiap orang yang menggunakan perpustakaan,
apabila ia membutuhkan informasi. Padahal sebenarnya belum tentu orang yang
membutuhkkan informasi selalu
menggunakan perpustakaan. Jika dilihat
dari kenyataan yang ada, belum tentu
semua orang yang membutuhkan
informasi akan memakai perpustakaan. Powell (1994: 21- 34)[10],
menggunakan dua istilah
untuk mengkaji pemakai, yaitu House
survey of users
bagi pemakai yang
menjadi anggota suatu
perpustakaan, dan Community
analysis untuk pemakai baik
yang menjadi anggota
maupun bukan anggota
perpustakaan. Kemudian
Sulistyo-Basuki membagi jenis pemakai berdasarkan sosio-profesional
(pekerjaannya) menjadi tiga bagian utama, yaitu :
1. Pemakai yang belum terlibat dalam
kehidupan aktif pencarian informasi, seperti mahasiswa;
2. Pemakai yang mempunyai pekerjaan
tetap, dan bidang-bidang spesialis tertentu, seperti pegawai negeri, (yang
masih dapat dikelompok-kelompokkan lagi, seperti teknisi, asisten,
administrator, dll.), profesional (dosen, dokter, pengacara), dan industriawan;
3. Pemakai umum, yang memerlukan
informasi umum untuk keperluan khusus.
Sebenarnya kata Kajian Pemakai merupakan
terjemahan dari User Studies. Di dalam bahasa Indonesia ada yang
menterjemahkannya menjadi studi
tentang pemakai. Studi
tentang pemakai menurut Suyanto,[11]
dalam Suwanto (2000, 382 – 391)[12],
merupakan kajian secara
sistematis terhadap
karakteristik dan perilaku pemakai informasi berkenaan dengan interaksinya
dengan sistem informasi. Sedangkan yang dimaksud dengan sistem informasi di sini dapat berarti lembaga-lembaga
yang melayani penelusuran informasi,
baik itu perpustakaan, pusat-pusat dokumentasi dan informasi, maupun suatu
sistem informasi di dalam komputer dengan menggunkan pangkalan data-pangkalan
data baik pangkalan data lokal maupun pangkalan data ekstern atau pangkalan
data dari luar lembaga tersebut..
Menurut White (1993)[13], sebuah kajian bisa dinamakan kajian pemakai bila
kajian tersebut merupakan kajian yang tidak terfokus
pada apa yang dikerjakan perpustakaan tetapi pada apa yang dikerjakan oleh orang-orang bila
mereka membutuhkan informasi.
Dari pernyataan White ini maka tersirat makna bahwa kajian
pemakai adalah kajian tentang
orang-orang yang membutuhkan informasi, bukan kajian tentang apa yang dilakukan
oleh lembaga informasi. Lingkup kajian
pemakai bukan hanya berada di
perpustakaan tetapi juga di luar perpustakaan, yang menurut Powel (1994: 21-
34), disebut Community Analysis.
Menurut Savoleinen (dalam Vakkari dan Cronin, 1992: 153)
kegiatan pencarian dan penggunaan informasi serta penciptaan dan pengolahannya
adalah kegiatan Sense-making yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
internal dan eksternal individu yang bersifat subyektif. Faktor-faktor tsb.
antara lain pendapat, evaluasi dan situasi. Sedangkan Kajian Pemakai adalah kajian
terhadap faktor-faktor internal dan eksternal
tsb. untuk menyibak kegiatan sense-making.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa kajian pemakai adalah kajian yang
mempelajari faktor-faktor internal dan eksternal manusia baik sebagai individu
maupun sebagai anggota masyakat dalam hubungannya dengan sistem informasi.
Tabel
1
INFORMATION SEARCH
PROCESS
Tahap-tahap dalam ISP
|
Perasaan yang muncul dalam suatu tahap
|
Pola pikir yang muncul
|
Tindakan yang biasa dilakukan
|
1. Inisiasi[14]
|
Ketidakpastian
|
Umum/samar-samar
|
Mencari informasi latas belakang
|
2. Seleksi
|
Optimisme
|
Penuh pertimbangan
|
Berdiskusi, memulai seleksi
|
3. Eksplorasi[15]
|
Kebingungan/frustasi, keraguan
|
-
|
Mencari informasi yang relevan
|
4. Formulasi[16]
|
Kejelasan
|
Lebih sempit/lebih jelas
|
-
|
5.Pengumpulan (Koleksi)
|
Keyakinan
|
Peningkatan rasa tertarik
|
Mencari informasi secara lebih terfokus
|
6. Presentasi[17]
|
Lega, Puas atau bisa juga kecewa
|
Lebih jelas, lebih terfokus.
|
-
|
Di samping pola pencarian
informasi seperti yang digambarkan oleh Kuhithau
seperti di atas, masih ada pola-pola lain yang dikelompokkan berdasarkan strata, tata nilai dan kedudukan
si pencari informasi seperti yang
ditemukan leh Palmer (1991) dan Elli, Cox, dan Hall (1993).
1.
TUJUAN KAJIAN PEMAKAI
Menurut
Ford ( dalam Darmono & Ardoni, 1994:
25) tujuan kajian pemakai adalah untuk memahami proses perpindahan informasi
dan semua implikasinya untuk semua bentuk lembaga informasi, dan penyebaran
informasi yang berhubungan dengan sistem. Secara rinci tujuan kajian pemakai dirumuskannya
sbb.:
a. untuk menjelaskan fenomena yang
dikaji;
b. untuk memahami perilaku pemakai,
c. untuk memperkirakan dan mengantisipasi perilaku
pemakai;
d. untuk mengontrol fenomena dan
menumbuhkan pemanfaatan informasi dengan memanipulasi kondisi-kondisi yang dianggap
penting.
Berdasarkan bidang kajiannya
Sulistyo-Basuki (1992: 204-205) menyebutkan tujuan kajian pemakai memiliki tiga tujuan komprehensif, yaitu:
a. Analisis kebutuhan; yang dikaji
yaitu jenis dan sifat informasi yang dicari dan diterima, dari titik pandangan
kuantitatif dan kualitatif.
b. Analisis perilaku informasi; yang
mengkaji bagaimana kebutuhan informasi dipenuhi.
e. Analisis motivasi dan sikap; yang
mengkaji nilai-nilai yang dinyatakan pemakai, baik diungkapkan secara terbuka
maupun tersembunyi tentang informasi dan aktivitas yang berhubungan dengan
citra pemakai tentang jasa dan spesialis informasi.
2. ASPEK-ASPEK
KAJIAN PEMAKAI
Berdasarkan pengelompokan tujuan yang dilakukan oleh Ford (dalam Darmono dan
Ardoni, 1994: 28 – 29), maka ada beberapa
aspek yang dapat dilakukan , yaitu :
a). Sumber informasi
Kajian tentang sumber informasi
telah banyak dilakukan terutama untuk
menguji keterpakaian koleksi . Kajian ini kadang-kadang dapat dibandingkan
dengan jenis koleksi yang berbeda dan membahas alasan penggunaan jenis koleksi
tertentu.
b). Pemakaian informasi
Kajian ini biasanya
meneliti motivasi pemakaian informasi dan cara mencari informasi yang
dibutuhkan, serta tenggang waktu antara batas waktu man dengan pemanfaatan
secara nyata.
c). Ciri-ciri informasi
Kajian tentang ciri-ciri informasi
mengelompokkan pemakai berdasarkan tingkat kebutuhan, perilaku, latar belakang
dan pekerjaan pemakai. Karakteristik
dalam bentuk tipologi pemakai akan dapt memberikan gambaran dengan cara pemetaan
perlaku dan kebutuhan dengan mengidentifikasi tipe-tipe mereka.
d). Sistem-sistem (tata nilai)
dari pemakai
Kajian ini meneliti hubungan
antara sistem atau tata nilai pemakai dengan perilaku mereka dalam mencari
informasi yang dibutuhkan. Sistem dan
tata nilai yang berpengaruh antara lain sistem kebudayaan, sistem politik,
teman-teman sewaktu kuliah (invisible college ), organisasi formal, dan
sistem ekonomi di masyarakat.
e). Interaksi antara pemakai
dengan sistem informasi.
Kajian ini diarahkan
pada proses interaksi antara pemakai dengan sistem yang ada di
perpustakaan atau di pusat-pusat informasi. Yang menjadi perhatian utama adalah
sikap dan perilaku pemakai.
3. METODE-METODE
KAJIAN PEMAKAI
Untuk
melakukan suatu kajian atau penelitian tentunya memerlukan metode. [18]
Metode yang digunakan untuk kajian
pemakai sekarang ada pergeseran cara
dari metode kuantitatif ke metode
kualitatif, dengan metode pengumpulan datanya kuesiner dan wawancara, serta
observasi. Lebih lanjut Britain (Dalam
Darmono dan Ardoni, 1994 : 29 – 30), mengidentifikasi empat pendekatan utama, yaitu :
a)
Penyelidikan langsung ( termasuk penggunaan
kuesioner dan wawancara) untuk pengamatan
layanan-layanan yang ada
b)
Metode eksperimental, untuk mendapatkan umpan
balik observasi langsung
c)
Metode kuesioner (dengan pertanyaan yang terbuka) untuk
menilai sikap yang dikaitkan dengan layanan.
d) Observasi / pengamatan langsung.
Di samping metode-metode tsb. di
atas yang masih bersifat umum, tidak tertutup kemungkinan adanya metode-metode
lain untuk kasus-kasus dan kondisi tertentu.
C.
PERILAKU PENGGUNA PERPUSTAKAAN
Setiap orang yang datang ke
perpustakaan memiliki latar belakang baik pendidikan, social dan kultur budaya
yang berbeda-beda yang akan mempengaruhi tingkah laku dari orang tersebut.
Sehingga pustakawan perlu mengenali perilaku mereka karena masing-masing
orang mempunyai kebutuhan yang berbeda. Pengertian prilaku pengguna
adalah tindakan yang dilakukan individu, kelompok, atau organisasi terkait
dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan dan menggunakan barang
atau jasa yang dibutuhkan yang dapat mempengaruhi lingkungan. Apa bila
kebutuhan terpenuhi maka akan timbul rasa puas dan apabila tidak terpanuhi akan
muncul rasa kecewa..
Perpustakaan perlu mengetahui
beberapa karakteristik pengguna terutama dalam menunjang aktivitasnya. Penna
(1988) mengungkapkan karakteristik tersebut adalah :
·
Individual or group yaitu apakah si pengguna datang
ke perpustakaan sebagai individu atau sebagai suatu kelompok
·
Place of learning, yaitu tempat yang biasa digunakan
oleh pengguna untuk membaca buku atau belajar
·
Social situation, yaitu aspek sosial dari pengguna
perpustakaan
·
Leisure or necessity factor, yaitu apakah pengguna berkunjung
ke perpustakaan untuk sekedar mengisi waktu luang atau karena dia membutuhkan
buku atau informasi tertentu
·
Subject
of study, yaitu bidang apa yang sedang didalami pengguna. Apakah dia sedang
menulis mengenai suatu subjek tertentu yang sangat khusus, atau sedikit lebih
luas
·
Level
of study, yaitu tingkat pendidikan pengguna. Kebutuhan mahasiswa S1 tentu
berbeda dengan kebutuhan mahasiswa tingkat S2 atau S3
·
Motivation,
yaitu sejauh mana keinginan dan antusiasme pengguna dalam memanfaatkan layanan
perpustakaan
Menurut Septiyantono (2003) ada
berbagai sifat dan karakter pengguna yang perlu dipahami agar pustakawan dapat
menghadapinya dengan baik. Berikut ini beberapa karakter dan cara menghadapi
pengguna:
·
Pendiam dapat dihadapi dengan penyambutan
secara ramah untuk menarik perhatiannya,
·
Tidak sabar, dapat mengemukakan bantuan kita
secara maksimal dan secepat mungkin,
·
Banyak bicara dengan menawarkan bantuan dan
mengalihkan perhatian pada hal-hal yang ditawarkan dengan penjelasannya,
·
Banyak permintaan, dengarkan dan segera
penuhi permintaannya serta minta maaf dan memberi alternative lain apabila
permintaan tidak tersedia,
·
Peragu, dengan memberi kepercayaan, tenang,
dan tidak memberikan banyak pilihan namun mengikuti seleranya,
·
Senang membantah harus dihadapi dengan
tenang, dan jangan pernah terpancing untuk berdebat,
·
Lugu dihadapi dengan menerima apa adanya,
menanyakan keperluannya dan melayani berdasarkan permintaan,
·
Siap mental, dihadapi dengan membiarkannya
memilih yang dikehendaki, tanpa banyak bertanya, memuji pemakai dan ucapkan
terima kasih atas kunjungannya,
·
Yang curiga dihadapi dengan memberikan
jaminan yang baik dan jangan tunjukkan sikap seolah-olah petugas lebih unggul,
·
Yang sombong dihadapi dengan tenang, sabar
menghadapi sikapnya dan tidak terlalu serius, serta berikan kesan bahwa
pengguna tersebut perlu dihormati.
D. JENIS
PENGGUNA
Jenis pengguna dapat dikelompokan dalam tipe pemakai pria, pemakai wanita,
pemakai remaja, pemakai lanjut usia, pemakai pasangan suami isteri, pemakai
bertunangan, pemakai wanita hamil, pemakai abnormal dan pemakai orang asing.
Untuk kriteria jenis pengguna terbagi menjadi dua yaitu.
·
Kriteria objektif seperti kategori
sosio-profesional, bidang spesialisasi, sifat kegiatan yang menyebabkan
perlunya informasi, dan alasan menggunakan system informasi
·
Kriteria sosial dan psikologis seperti sikap
dan nilai menyangkut informasi pada umumnya dan hubungannya dengan unit
informal pada khususnya; sebab dan alasan yang berkaitan dengan prilaku mencari
informasi dan komunikasi, prilaku sosial serta profesional pengguna.
·
Sedangkan Jenis pengguna dapat dinyatakan
sebagai :
·
Pengguna yang belum terlibat dalam kehidupan
aktif seperti pelajar dan mahasiswa
·
Pengguna yang mempunyai pekerjaan, informasi
yang diinginkan merupakan informasi yang berkaitan dengan pekerjaan mereka.
E.
Menyikapi prilaku user pada layanan perpustakaan di era
digital [19]
Salah
satu tantangan yang dihadapi para pustakawan di era digital adalah munculnya perubahan perilaku users (pengguna) yang makin familiar dengan teknologi informasi,
lebih kritis dan bersikap pro-aktif, dan cenderung menginginkan layanan
perpustakaan yang serba cepat. Users
di era revolusi informasi adalah warga masyarakat yang seringkali disebut
sebagai net generation atau now generation yang makin terbiasa
berselancar di dunia maya dan menginginkan segala informasi dapat diperoleh
dengan seketika.
Berbeda
dengan era masyarakat modern yang lebih mementingkan layanan yang efisien, dan
cenderung diperlakukan seperti konsumen atau pembeli yang ingin dilayani
layaknya “Raja”, di era digital yang namanya users umumnya memiliki karakteristik layaknya masyarakat postmodern
yang lebih terbuka wawasannya, lebih menglobal, tidak dikekang oleh ruang dan
waktu, dan terbiasa menghabiskan sebagian waktunya untuk berselancar di dunia
maya untuk menelusur dan mencari informasi sesuai keinginan dan seleranya.
Di
era digital, yang namanya perpustakaan tidak lagi hanya bersaing dengan
toko-toko buku atau menjadi lembaga yang dapat memonopoli layanan kebutuhan
masyarakat akan buku bacaan atau koleksi yang lain. Namun, persaing yang paling
mengancam kedudukan dan peran perpustakaan justru adalah lautan informasi yang
nyaris tak terbatas, yang terus berkembang dinamis di dunia maya. Di era
revolusi informasi, seorang users
yang membutuhkan koleksi atau informasi tertentu, ia tidak harus datang ke
perpustakaan dan kemudian mencari koleksi yang dibutuhkan di rak-rak dengan
dibantu kartu katalog, melainkan ia cukup duduk di kamarnya sendiri, membuka
laptop, dan kemudian berselancar di dunia maya untuk mendownload e-book atau mencari informasi yang dibutuhkan melalui google, yahoo, atau situs-situs yang
lain.
Castells (1996), menyatakan bahwa
di era revolusi informasi muncul apa yang ia sebut sebagai kebudayaan virtual
riil, yaitu satu sistem di mana realitas itu sendiri sepenuhnya tercakup,
sepenuhnya masuk dalam setting citra
maya, di dunia fantasi, yang di dalamnya tampilan tidak hanya ada di layar
tempat dikomunikasikannya berbagai pengalaman, namun mereka menjadi pengalaman
itu sendiri (Ritzer & Goodman, 2008: 632). Di era digital boleh dikata
tidak ada satu pun informasi yang tidak terlacak. Perpustakaan terbesar di era
digital pada dasarnya adalah google, yahoo, wikipedia, berbagai web,
situs, dan lain sebagainya yang semuanya bisa diakses seketika itu juga
–tergantung keinginan dan kebutuhan users.
Dalam mendesign pengembangan
layanan perpustakaan yang profesional dan berorientasi users, yang namanya pustakawan mau tidak mau harus menyadari arti
penting perubahan dari representasi dokumen menuju representasi struktur
kognitif dari pengguna. Di era digital.
Seorang
pustakawan yang hanya mengandalkan pada sikap ramah, dan sekadar melayani apa
yang menjadi kebutuhan users, niscaya
pelan-pelan akan ketinggalan jaman karena tidak melakukan perubahan yang
signifikan. Di era digital, seorang pustakawan yang profesional bukan hanya
dituntut mampu memahami karakteristik users,
tetapi lebih dari itu mereka juga dituntut untuk mampu bersikap pro-aktif,
inovatif, dan bahkan –yang terpenting— mampu menciptakan dan mengembangkan
berbagai kebutuhan yang membuat users
pelan-pelan makin tergantung pada apa yang ditawarkan pustakawan.
Di
era digital, seorang users bukanlah
seorang yang pasif dan sekadar menunggu dilayani pustakawan tatkala mereka
datang ke perpustakaan. Namun, users
di era masyarakat postmodern adalah seorang yang memiliki kemampuan mandiri
untuk menelusur informasi layaknya pustakawan itu sendiri, memiliki akses yang
seluas-luasnya terhadap informasi, sehingga keberadaan perpustakaan untuk saat
ini mau tidak mau harus diredefinisi dan disesuaikan dengan perubahan
karakteristik dan perilaku users.
Di era revolusi informasi,
memahami perubahan perilaku users
yang sangat dinamis dan kemudian
bagaimana men-design pengembangan konsep layanan
perpustakaan yang benar-benar profesional harus diakui bukanlah tugas yang
mudah. Untuk menarik minat users
berkunjung dan memanfaatkan layanan yang tersedia di perpustakaan, tentu ada
banyak hal yang harus dibenahi, dan hal itu tentu tidak adil jika hanya dibeban
sebagai tanggungjawab pustakawan saja.
Di era digital, perlu kita sadari
bahwa yang namanya perpustakaan sesungguhnya tidak lagi bisa mendudukkan diri
atau mengembangkan peran semata sebagai lembaga sosial yang memiliki tugas
mulia untuk ikut mencerdaskan bangsa melalui tawaran buku-buku koleksi dan
berbagai bacaan yang dimiliki.
Ketika bangsa ini sedang dalam
proses transisi membangun dan mensejahterakan warga masyarakatnya, mungkin
benar bahwa peran perpustakaan tak ubahnya seperti Puskesmas, sekolah, atau
lembaga sosial lain yang mengemban tugas untuk membantu melayani kebutuhan
pengembangan literasi masyarakat. Namun, di era digital seperti sekarang ini,
yang namanya perpustakaan mau tidak mau harus melakukan introspeksi dan
mereposisi kembali peran dan kinerjanya karena yang dihadapi adalah perubahan
perilaku users yang sudah jauh
berbeda.
Untuk
men-design perpustakaan secara
profesional, yang dibutuhkan tak lagi cukup hanya mengandalkan pada pembenahan
sistem layanan perpustakaan yang hanya mengedepankan penambahan jumlah koleksi
dan keramahan sikap petugas perpustakaan. Namun, justru yang terpenting adalah
bagaimana para pustakawan mampu mengembangkan metode sosio-teknikal yang lebih
mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan manusia sebagai users yang merupakan bagian dari
komunitas cyberspace.
Menurut Piliang, beberapa sifat
umum dari gaya hidup adalah: (1) gaya hidup sebagai sebuah pola, yaitu sesuatu
yang dilakukan atau tampil secara berulang-ulang, (2) yang mempunyai massa atau
pengikut sehingga tidak ada gaya hidup yang sifatnya personal, dan (3)
mempunyai daur hidup (life cicle),
artinya ada masa kelahiran, tumbuh, puncak, surut dan mati. Gaya hidup
dibentuk, diubah, dikembangkan sebagai hasil dari interaksi antara disposisi habitus dengan batas serta berbagai
kemungkinan realitas. Dengan gaya hidup individu menjaga tindakan-tindakannya
dalam batas dan kemungkinan tertentu. Berdasarkan pengalaman sendiri yang
diperbandingkan dengan realitas sosial, individu memilih rangkaian tindakan dan
penampilan mana yang menurutnya sesuai dan mana yang tidak sesuai untuk
ditampilkan dalam ruang sosial (Adlin (ed.), 2006: 53-54).
Gaya hidup oleh berbagai ahli
sering disebut merupakan ciri sebuah dunia modern atau dunia postmodern.
Artinya, siapa pun yang hidup dalam masyarakat postmodern akan menggunakan
gagasan tentang gaya hidup untuk menggambarkan tindakannya sendiri maupun orang
lain. Gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan satu orang dengan
yang lain (Chaney, 2004: 40). Istilah gaya hidup, baik dari sudut pandang
individual maupun kolektif, mengandung pengertian bahwa gaya hidup sebagai cara
hidup mencakup sekumpulan kebiasaan, pandangan dan pola-pola respons terhadap
hidup, serta terutama perlengkapan untuk hidup. Cara sendiri bukan sesuatu yang
alamiah, melainkan hal yang ditemukan, diadopsi atau diciptakan, dikembangkan
dan digunakan untuk menampilkan tindakan agar mencapai tujuan tertentu. Untuk
dapat dikuasai, cara harus diketahui, digunakan dan dibiasakan (Donny Gahral
Adian, dalam: Adlin (ed.), 2006: 37).
Seseorang pengguna perpustakaan
yang memutuskan mencari informasi melalui dunia maya, dan karena itu tidak
berkunjung ke gedung perpustakaan, apakah ia melakukan hal itu karena semata
didorong karena persepsinya yang negatif terhadap koleksi perpustakaan yang
dinilai selalu out of date, ataukah
juga didorong keinginan untuk membuktikan bahwa ia bukanlah generasi yang
ketinggalan jaman? Ketika seseorang mengkonsumsi sesuatu, bukan sekadar karena
ingin membeli fungsi pertama atau fungsi inheren dari produk yang dibelinya
itu, tetapi sebetulnya ia juga berkeinginan untuk membeli fungsi sosial yang
lain yang disebut Adorno (1960) sebagai ersatz,
nilai pakai kedua sebuah produk (lihat: Evers, 1988). Artinya, seseorang users yang memiliki blackberry, iPad, atau
laptop dan kemudian mendownload
informasi dari perangkat TI yang dimilikinya itu tidak selalu karena ia memang
membutuhkan sebuah informasi secara cepat, tetapi bisa juga karena didorong
tujuan-tujuan sosial yang lain: prestise, dan pemahaman users bahwa memang sepertilah seharusnya perilaku masyarakat
postmodern.
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari
sisi Etimologi : Berasal dari Kata Kajian dan Pemakai. Kajian berarti
Penyelidikan, atau penelitian. Pemakai Adalah Orang yang menggunakan, atau
orang yg menggunakan perpustakaan. Padahal menurut Powel (1994 : 34) belum
tentu semua orang yg membutuhkan informasi menggunakan perpustakaan. Terjemahan
dari Users Studies, yang di dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi kajian
tentang pemakai. Menurut Suyanto (dalam
Suwanto, 2000, 382 – 391) merupakan kajian secara sistematis terhadap
karakteristik dan perilaku pemakai informasi, berkenaan dengan interaksinya
dengan sistem informasi. Yang dimaksud dengan sistem informasi, adalah
lembaga-2 yg bergerak dalam bidang pelayanan informasi, seperti perpustakaan,
Pusat-pusat Dokumentasi dan Informasi, maupun sistem informasi dalam komputer.
Berdasarkan bidang kajiannya Sulistyo-Basuki (1992:
204-205) menyebutkan tujuan kajian pemakai
memiliki tiga tujuan komprehensif, yaitu:
a.
Analisis kebutuhan; yang dikaji yaitu jenis dan sifat informasi
yang dicari dan diterima, dari titik pandangan kuantitatif dan kualitatif.
b.
Analisis perilaku informasi; yang mengkaji bagaimana kebutuhan
informasi dipenuhi.
c.
Analisis motivasi dan sikap; yang mengkaji nilai-nilai yang
dinyatakan pemakai, baik diungkapkan secara terbuka maupun tersembunyi tentang
informasi dan aktivitas yang berhubungan dengan citra pemakai tentang jasa dan
spesialis informasi.
Menurut
White (1993) Sebuah kajian bisa dinamakan Kajian Pemakai bila kajian tsb.
Merupakan kajian yang tidak terfokus pada apa yang dilakukan perpustakaan,
tetapi pada apa yang dikerjakan orang- orang bila mereka membutuhkan informasi.
Prilaku
pengguna adalah tindakan yang dilakukan individu, kelompok, atau organisasi
terkait dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan dan menggunakan
barang atau jasa yang dibutuhkan yang dapat mempengaruhi lingkungan. Apa bila
kebutuhan terpenuhi maka akan timbul rasa puas dan apabila tidak terpanuhi akan
muncul rasa kecewa.
DAFTAR PUSTAKA
Asakhasan. Makalah analisis kebutuhan , 2013
Kamus besar bahasa Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis
Powel,
Ronald R, 1994. Dalam : Darmono dan
Ardoni. "Kajian pemakai dan sumbangannya kepada
dunia Pusdokinfo". Jurnal Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Vol.1
(2), April: 21 – 34.
Rahma Sugihartati. MENYIKAPI
PERILAKU USERS PADA LAYANAN PERPUSTAKAAN . Departemen Informasi dan Perpustakaan FISIP Unair.
www3.petra.ac.id/fppti/images/stories/ethics/presentasi2.doc
Sri
Ati Suwanto. Kajian pemakai
Perpustakaan. 2011.
Jam. 7.00.
http/ula3.files.wordpress.com/2011/12/kajian-pemakai-perp.doc
Suyanto, 1993. Studi tentang
karakteristik pemakai informasi. Majalah Ikatan Pustakawan Indonesia,
15 (3-4) : 57-64.
White, Herb, 1993. Dalam : Pendit, Putu Laxman. "Pendekatan berorientasi
pemakai dalam kajian tentang perpustakaan dan sistem
informasi." Makalah disampaikan
pada Temu ilmiah
dua hari: Perpustakaan dan Teknologi
Informasi, Perpusnas RI, 8- 9
Juni Jakarta:
Perpustakaan Nasional RI, 1993:
1 – 11
Yuyu Yulia, Jayanti Gristinawati Sujana, Pengembangan koleksi,
Jakarta, Universitas Terbuka, 2009.
[1]
Kamus besar bahasa Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis
[2]
Asakhasan. Makalah analisis kebutuhan , 2013 . http://asakhasan.blogspot.com/2013/04/makalah-analisis-kebutuhan.html
[3][4] Yuyu Yulia, Jayanti Gristinawati Sujana, Pengembangan koleksi, Jakarta,
Universitas Terbuka, 2009. Hlm,3,9.
[4][5] Yuyu Yulia, Jayanti Gristinawati Sujana, Pengembangan koleksi,
Jakarta, Universitas Terbuka, 2009. Hlm,3,10.
[5][6] Yuyu Yulia, Jayanti Gristinawati Sujana, Pengembangan koleksi,
Jakarta, Universitas Terbuka, 2009. Hlm,3,10.
[6][7] Yuyu Yulia, Jayanti Gristinawati Sujana, Pengembangan koleksi,
Jakarta, Universitas Terbuka, 2009. Hlm,3,12.
[7][8] Yuyu Yulia, Jayanti Gristinawati Sujana, Pengembangan koleksi,
Jakarta, Universitas Terbuka, 2009. Hlm,3,18.
[8][9] Yuyu Yulia, Jayanti Gristinawati Sujana, Pengembangan koleksi,
Jakarta, Universitas Terbuka, 2009. Hlm,3,2
[9] Sri Ati Suwanto. Kajian pemakai Perpustakaan. 2011. Jam. 7.00. http/ula3.files.wordpress.com/2011/12/kajian-pemakai-perp.doc
[10] Powel, Ronald R, 1994.
Dalam : Darmono dan Ardoni.
"Kajian pemakai dan
sumbangannya kepada dunia Pusdokinfo". Jurnal Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Vol.1
(2), April: 21 – 34.
[11]Suyanto, 1993. Studi
tentang karakteristik pemakai
informasi. Majalah Ikatan
Pustakawan Indonesia, 15 (3-4) : 57-64.
[12]Suwanto, Sri Ati., 2000. Temu
kembali informasi dari sudut pandang pendekatan berorientasi pemakai. Kajian Sastra No.3, Th. XXIV / 2000: 382 –
391.
[13] White, Herb, 1993. Dalam :
Pendit, Putu Laxman.
"Pendekatan berorientasi pemakai
dalam kajian tentang perpustakaan dan sistem
informasi." Makalah disampaikan
pada Temu ilmiah dua hari: Perpustakaan dan
Teknologi Informasi, Perpusnas RI, 8- 9 Juni
Jakarta: Perpustakaan Nasional
RI, 1993: 1 – 11
[14]
ujian yg harus dijalani orang yg akan menjadi anggota suatu perkumpulan, suku,
kelompok umur, dsb;
[15]
penjelajahan lapangan dng tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak (tt
keadaan), terutama sumber-sumber alam yg terdapat di tempat itu; penyelidikan;
penjajakan.
[16]
perumusan
[17]
pemberian (tt hadiah); 2 pengucapan pidato (pd penerimaan suatu
jabatan); 3 perkenalan (tt seseorang kpd seseorang, biasanya
kedudukannya lebih tinggi); 4 penyajian atau pertunjukan (tt sandiwara,
film, dsb) kpd orang-orang yg diundang;
[19] Rahma Sugihartati. MENYIKAPI PERILAKU USERS PADA LAYANAN PERPUSTAKAAN . Departemen Informasi dan Perpustakaan FISIP Unair.
www3.petra.ac.id/fppti/images/stories/ethics/presentasi2.doc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar